Blush On dari Pagi yang Tak Jadi Kita Jalani Bersama

Posted on

Blush On dari Pagi yang Tak Jadi Kita Jalani Bersama

Blush On dari Pagi yang Tak Jadi Kita Jalani Bersama

Pagi itu, mentari beringsut naik, menyelinap malu-malu di antara celah tirai kamar. Sinar keemasannya jatuh tepat di meja rias, memantulkan kilau dari berbagai botol parfum, kuas-kuas berjejer rapi, dan palet-palet warna yang menggoda. Di antara semua itu, ada satu benda yang paling mencuri perhatianku: sebuah blush on berwarna peach lembut, dengan sedikit shimmer keemasan yang membuatnya tampak begitu hidup.

Blush on itu bukan sekadar perona pipi biasa. Ia adalah simbol dari harapan, dari mimpi-mimpi tentang pagi yang akan kita jalani bersama. Pagi di mana aku akan berdandan untukmu, dengan senyum mengembang dan hati yang berdebar-debar. Pagi di mana kita akan menikmati sarapan bersama, bertukar cerita dan tawa, sebelum memulai hari yang penuh warna.

Aku ingat betul bagaimana blush on itu masuk ke dalam koleksiku. Saat itu, kita sedang berjalan-jalan di sebuah pusat perbelanjaan, tanpa tujuan yang jelas. Kita hanya ingin menghabiskan waktu bersama, menikmati kebersamaan yang terasa begitu berharga. Tiba-tiba, mataku terpaku pada etalase sebuah toko kosmetik. Di sana, terpajang berbagai macam blush on dengan warna dan tekstur yang berbeda-beda.

Kamu tahu betul betapa aku menyukai makeup. Kamu selalu mendukung hobiku ini, meskipun kadang kamu merasa heran mengapa aku rela menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk merias wajah. Kamu bilang, aku sudah cantik alami, tanpa perlu polesan apapun. Tapi aku tahu, kamu hanya ingin membuatku merasa percaya diri.

Aku mulai mencoba satu per satu blush on yang ada di etalase. Ada yang berwarna pink merona, ada yang berwarna oranye menyala, ada juga yang berwarna cokelat natural. Tapi tidak ada satu pun yang benar-benar membuatku terkesan. Hingga akhirnya, mataku tertuju pada blush on berwarna peach lembut itu.

Aku mencoba mengaplikasikannya sedikit di punggung tanganku. Warnanya langsung menyatu dengan kulitku, memberikan kesan segar dan cerah. Shimmer keemasannya membuat kulitku tampak lebih bercahaya. Aku langsung jatuh cinta pada pandangan pertama.

"Kamu suka yang ini?" tanyamu, seolah bisa membaca pikiranku.

Aku mengangguk antusias. "Iya, aku suka banget. Warnanya cantik banget, cocok buat kulitku."

Tanpa ragu, kamu langsung membelikan blush on itu untukku. Aku sangat senang, rasanya seperti mendapatkan hadiah yang paling berharga. Aku tahu, blush on itu bukan hanya sekadar makeup, tapi juga simbol dari perhatian dan kasih sayangmu.

Sejak saat itu, blush on peach itu menjadi favoritku. Aku selalu menggunakannya setiap kali aku ingin tampil lebih cantik dan percaya diri. Aku selalu memakainya saat kita pergi berkencan, saat kita menghadiri acara-acara penting, atau bahkan hanya saat aku ingin menghabiskan waktu di rumah bersamamu.

Setiap kali aku mengaplikasikan blush on itu, aku selalu membayangkan pagi yang akan kita jalani bersama. Aku membayangkan bagaimana kamu akan memujiku saat melihatku berdandan. Aku membayangkan bagaimana kita akan tertawa bersama saat menikmati sarapan. Aku membayangkan bagaimana kita akan saling memberikan semangat sebelum memulai hari.

Namun, pagi itu tak pernah datang. Mimpi-mimpi itu tak pernah menjadi kenyataan.

Semua berubah begitu cepat. Seperti badai yang datang tiba-tiba, menghancurkan semua yang telah kita bangun. Kita berpisah, tanpa ada penjelasan yang jelas. Kita berpisah, meninggalkan luka yang begitu dalam.

Sejak saat itu, aku tidak pernah lagi menggunakan blush on peach itu. Aku menyimpannya di dalam kotak makeupku, bersama dengan kenangan-kenangan tentangmu. Aku tidak sanggup melihatnya, karena setiap kali aku melihatnya, aku selalu teringat akan pagi yang tak jadi kita jalani bersama.

Waktu terus berjalan. Luka perlahan mulai mengering. Aku mulai belajar untuk menerima kenyataan, untuk merelakan kepergianmu. Aku mulai belajar untuk mencintai diriku sendiri, tanpa perlu bergantung pada orang lain.

Suatu hari, aku memberanikan diri untuk membuka kembali kotak makeupku. Aku mengambil blush on peach itu, dan menatapnya lekat-lekat. Warnanya masih sama cantiknya seperti dulu. Shimmer keemasannya masih memancarkan kilau yang sama.

Aku mencoba mengaplikasikannya sedikit di pipiku. Warnanya langsung menyatu dengan kulitku, memberikan kesan segar dan cerah. Shimmer keemasannya membuat kulitku tampak lebih bercahaya. Aku tersenyum tipis.

Kali ini, tidak ada lagi rasa sakit yang menghantui. Tidak ada lagi bayangan tentang pagi yang tak jadi kita jalani bersama. Yang ada hanyalah rasa syukur, karena pernah memiliki kesempatan untuk mengenalmu, untuk mencintaimu, dan untuk berbagi mimpi-mimpi bersamamu.

Aku sadar, hidup memang tidak selalu berjalan sesuai dengan rencana. Ada kalanya kita harus menghadapi kenyataan yang pahit, yang membuat kita merasa hancur dan kehilangan arah. Tapi kita tidak boleh menyerah. Kita harus bangkit, dan terus melangkah maju.

Blush on peach itu kini bukan lagi sekadar simbol dari harapan dan mimpi-mimpi yang tak terwujud. Ia adalah simbol dari kekuatan, dari ketahanan, dan dari kemampuan untuk bangkit dari keterpurukan. Ia adalah pengingat bahwa meskipun kita pernah terluka, kita tetap bisa menemukan kebahagiaan.

Aku akan terus menggunakan blush on peach itu, bukan untuk mengenang masa lalu, tapi untuk menyambut masa depan. Aku akan menggunakannya untuk merayakan diriku sendiri, untuk menghargai setiap momen yang aku miliki, dan untuk mengejar mimpi-mimpi yang baru.

Karena aku tahu, di suatu tempat di luar sana, ada pagi yang menantiku. Pagi yang penuh dengan harapan, dengan cinta, dan dengan kebahagiaan. Pagi yang akan aku jalani dengan senyum mengembang, dan hati yang penuh dengan rasa syukur.

Dan mungkin, di pagi itu, aku akan bertemu dengan seseorang yang baru. Seseorang yang akan mencintaiku apa adanya, yang akan mendukungku dalam segala hal, dan yang akan bersedia berbagi mimpi-mimpi bersamaku.

Hingga saat itu tiba, aku akan terus berdandan, terus tersenyum, dan terus berharap. Karena aku percaya, kebahagiaan itu selalu ada, asalkan kita mau mencarinya. Dan blush on peach ini akan selalu menjadi pengingat, bahwa aku pantas untuk bahagia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *